Oleh: Meika Arista (14410021)
Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia
PENDAHULUAN
KASUS POSISI
Hukum Perdata Internasional adalah aturan yang
digunakan untuk memecahkan perkara-perkara internasional yang dihadapi antara
perorangan/individu atau badan hukum perdata suatu negara dengan perorangan
atau badan hukum perdata di negara lain. Kasus posisi dalam perkara ini yaitu
sebagai berikut:
Penggugat adalah PETRUS JACOBS, Warga Negara Afrika
Selatan, pemegang Pasport No. M00096351 dan KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas)
di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Ngurah Rai, yang saat ini beralamat
di Badung Bali yang diwakili oleh Kuasanya, MHD. A. RAJA NASUTION,SH. dan LILY
SRI RAHAYU LUBIS,SH. Advokat-Advokat pada Kantor Advokat RAJA NASUTION, LILY
LUBIS & Associates, beralamat di Jl. Danau Poso Nomor 107, Sanur Denpasar,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 Januari 2014.
Tergugat adalah Warga Negara Afrika Selatan,
pemegang Pasport No. M00061509 dan Kitas (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di
Denpasar, Bali. Tergugat bekerja di Luar Negeri.
Duduk perkara dalam kasus ini yaitu sebagai berikut:
1. pada
tanggal 12 Desember 1975, sebagaimana diterangkan dalam Akte Perkawinan Lengkap
yang dikeluarkan Oleh Departemen Dalam Negeri Republik Afrika Selatan No.
Q10424 pada tanggal 12 Desember 2005;
2. Bahwa
dari perkawinan tersebut, PENGGUGAT dan TERGUGAT tidak dikaruniai anak;
3. Bahwa
sebelumnya, selama mengarungi kehidupan berumah tangga dengan TERGUGAT, suka
dan duka dijalani dengan suka cita, meskipun terdapat perbedaan pendapat yang
mengakibatkan terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara PENGGUGAT dan
TERGUGAT, PENGGUGAT menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa terjadi
dalam kehidupan berumah tangga, namun pertengkaran tersebut berkelanjutan terus
sehingga terjadi ketidak harmonisan dan perbedaan sudut pandang tentang berumah
tangga, sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam berumah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
4. Bahwa
sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir antara PENGGUGAT dan TERGUGAT sudah tidak
tinggal satu rumah lagi. Penggugat dan Tergugat sibuk dengan kehidupan dan
pekerjaan masing-masing. Penggugat dan Tergugat sama-sama bekerja di bidang
perhotelan, namun beda hotel, yang mengharuskan Penggugat dan Tergugat sering
melakukan perjalanan sendiri-sendiri ke luar negeri;
5. Bahwa
kemudian, Pengugat dan Tergugat pindah dan berkarir di Bali, Indonesia.
Penggugat dan Tergugat sudah berdomisili dan menjadi penduduk di Indonesia dan
bahkan sudah mendapatkan Kartu Izin Tinggal Terbatas, tapi tetap tidak tinggal
dalam satu rumah. Penduduk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, adalah
(kutipan): Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di
Indonesia”;
6. Bahwa
setelah 10 (sepuluh) tahun hidup berpisah, PENGGUGAT dan TERGUGAT tidak
menginginkan melanjutkan perkawinan tersebut, karenanya PENGGUGAT memutuskan
mengajukan Permohonan Perceraian ini dan mengajukannya di Pengadilan Negeri
Denpasar, dan tentang hal ini Tergugat telah mengetahui dan menyetujuinya.
Gugatan ini Penggugat lakukan di Pengadilan Negeri Denpasar, sebagimana
ketentuan Pasal 18 Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan untuk Indonesia
(AB), yang mengamanatkan (kutipan): “Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus
oleh Pengadilan menurut Perundang-undangan dari negeri atau tempat, dimana
tindakan hukum itu dilakukan;
7. Bahwa
Penggugat juga memohon, terhadap terjadinya Putusan Perceraian ini supaya
Panitera Pengadilan Negeri Denpasar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk
mengirimkan salinan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tanpa materai
kepada Kantor Kedutaan Besar Negara Afrika Selatan di Jakarta untuk didaftarkan
/ dicatatkan dalam register / daftar yang diperuntukkan untuk itu.
PEMBAHASAN
ANALISIS KASUS
A.
Titik
Taut Primer
Titik-titik pertalian primer adalah fkator-faktor
atau keadaan-keadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan atau menciptakan
hubungan hukum perdata internasional.
Dalam perkara ini, titik taut primernya adalah:
1. Kewarganegaraan
2. Tempat
tinggal sehari-hari/domisili
3. Tempat
dilangsungkannya perkawinan
B.
Kualifikasi
dan Titik Taut Sekunder
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor atau
sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana yang harus digunakanatau berlaku
dalam suatu hubungan hukum perdata internasional.
Dalam perkara ini, masuk dalam Kualifikasi Status Personal Individu, dengan titik
taut sekundernya adalah:
1. Kewarganegaraan
2. Tempat
tinggal sehari-hari/domisili
C.
Lex
Causae
Indonesia
------------------------------- Afrika Selatan------------------------Indonesia
Gesumpverweisung Sachnormverweisung
Lex
Fori HPI
Asing Lex
Causae
Kewarganegaraan/ Domisili/ Hukum Indo
Nasionalitas
Suami Tempat
tinggal sehari2
v Indonesia
= Kewarganegaraan
v Afrika
= Domisili
Dapat
disimpulkan dari bagan di atas, yaitu bahwa lex Causaenya adalah Hukum Indonesia,
hal ini disebabkan karena sang suami ini telah bertempat tinggal di Indonesia
lebih dari 10 tahun dan telah mendapatkan “habitual rasidence” dari Indonesia.
Istilah
“habitual residence” merupakan sebuah istilah yang dianggap sinonim yang
agak diperlembut dari istilah “domicilie” (domisili), dimana pengertian
ini menghendaki stabilitas tertentu dalam waktu dan intensi untuk menetap dalam
suatu negara tertentu. Artinya, apabila seseorang (tergugat maupun penggugat)
telah menetap dalam waktu yang dipandang cukup lama semisal 1 sampai dengan 3
Tahun di suatu negara, maka pada tempat atau negara tersebut itulah dapat
dikatakan seseorang telah memiliki “habitual residence”- nya.
Dalam
hal ini, diperjelas melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
tingkat Kasasi yang berkaitan dengan perkara gugatan perceraian antar warga
negara asing di Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari Putusan Mahkamah
Agung Nomor: 2640 K/ Pdt/2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan
Tinggi DKI melalui putusannya Nomor : 141/PDT/2009/PT. DKI dan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel tidak salah
menerapkan hukum dalam mengadili perkara perceraian antar warga negara Amerika
Serikat yang berdomisili (bertempat tinggal) di Indonesia.
D.
Pengadilan
Negeri yang Berwenang
Berkaitan
dengan Kewenangan Pengadilan untuk memerikasa perkara tersebut yaitu dimiliki
oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Hal ini disebabkan, berdasarkan Pasal
118 HIR mengenai kewenangan relatif pengadilan. Selain itu, pasangan tersebut
telah lebih dari 10 tahun tinggal di Badung Bali. Hal ini sesuai dengan
pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan Hakim, yaitu sebagai berikut:
Adapun
pentingnya kewenangan mengadili tersebut dipertimbangkan terlebih dahulu,
adalah disebabkan karena baik penggugat maupun tergugat dalam perkara gugatan perceraian
ini, sama-sama berkewarga-negara Asing, yaitu warga negara Afrika Selatan dan
pula bahwa perkawinan antara penggugat dan tergugat dilangsungkan dinegara asal
mereka, yaitu Afrika Selatan ; Menimbang bahwa, didalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak dijumpai satu Pasalpun yang mengatur
tentang perkawinan maupun perceraian yang terjadi antara sesama warga negara
Asing. Yang diatur di dalam Undang-Undang tersebut hanyalah berkaitan dengan
perkawinan campuran, dimana salah seorang dari suami-istri adalah warga negara
Indonesia, sementara yang lainnya adalah warga negara asing, baik perkawinannya
dilangsungkan di Indonesia maupun di luar negeri.
Walaupun
perkawinan antar warga negara asing ini tidak diatur didalam Pasal-Pasal Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun didalam Penjelasan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 diakui keberadaannya, sebagaimana dapat kita jumpai pada
Penjelasan Umumnya Point 2, yang menyatakan bahwa, “Dewasa ini, berlaku
berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai
daerah sebagai berikut : Bagi orang-orang eropa dan warga negara Indonesia
keturunan eropa dan yang disamakan dengan mereka, berlaku Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata”.
Dalam
hal ini, diperjelas melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
tingkat Kasasi yang berkaitan dengan perkara gugatan perceraian antar warga
negara asing di Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari Putusan Mahkamah
Agung Nomor : 2640 K/ Pdt/2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan
Tinggi DKI melalui putusannya Nomor : 141/PDT/2009/PT. DKI dan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel tidak salah
menerapkan hukum dalam mengadili perkara perceraian antar warga negara Amerika
Serikat yang berdomisili (bertempat tinggal) di Indonesia.
E. Renvoi
Dalam kasus ini telah terjadi renvoi. Bahwasannya,
Indonesia sebagai lex fori melakukan penunjukkan kepada Afrika selatan selaku
Kewarganegaraan yang dimiliki oleh Suami. Namun, Afrika Selatan yang menganut
sistem domisili melakukan penunjukkan kembali kepada kaidah penunjuk HPI
Indonesia beserta hukumnya untuk mengadili perkara tersebut karena sang Suami
telah tinggal lebih dari 10 tahun di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudargo Gautama, HukumPerdata Internasional, Jilid
ke 2 bagian pertama, Bandung, Eresco,1986.
Ridwan Khairandy, dkk, Pengantar Hukum Perdata
Internasional, Yogyakarta, Gama Media, 1999.
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor
172/Pdt.G/2014/PN.Dps