Kamis, 23 Maret 2017

PENGAWASAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA YOGYAKARTA OLEH DINAS SOSIAL KOTA YOGYAKAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kehidupan masyarakat yang sejahtera merupakan kondisi ideal dan menjadi dambaansetiap !arga masyarakat. Oleh sebab itu menjadi sebuah kewajaran apabila berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkannya. Di samping itu, berbagai upaya dilakukan untuk menghilangkan atau minimal mengantisipasi dan mengeliminasi faktor-faktor yang menghalangi pencapaian kondisi ideal tersebut. Fenomena yang disebut sebagai masalah sosial dianggap sebagai kondisi yang dapan menghambat perwujudan kesejahteraan sosial.[1]
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke 4 menyatakan bahwa salah satu cita-cita Bangsa yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini, Bangsa Indonesia memiliki permasalahan yang sangat besar untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, salah satunya yaitu pengentasan kemiskinan. Salah satu parameter tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia yaitu adanya jumlah gelandangan dan pengemis yang menyebar di seluruh propinsi yang ada di Indonesia, salah satunya yaitu di Yogyakarta.
Pemecahan masalah pengemis di Kota Yogyakarta bukan tidak pernah dilakukan, namun belum ada yang terbukti efektif menghilangkan masalah tersebut. Pada ranah kebijakan, pemerintah Provinsi DIY telah menelurkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang gelandangan dan pengemis. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa baik para pengemis maupun yangmemberi akan di kenakan pidana. Berikut kutipan tentang Perda tersebut:
Kepala bagian humas SETDA DIY, Iswanto menyampaikan bahwa isi Perda tersebut antara lainan ancaman pidana dan denda terkait gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis perorangan akan dikenai pidana 6 minggu atau denda sebesar 10 juta rupiah, pemberi uang atau barang akan dikenai pidana 10 hari atau denda 1 (satu) juta rupiah dan gepeng berkelompok dipidana 3 bulan atau denda 50 juta rupiah).
Walaupun telah ada pengaturan yang cukup tegas yang dibentuk oleh pemerintah Kota Yogyakarta, namun hingga saat ini jumlah gelandangan dan pengemis di Yogyakarta terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab meningkatnya gelandangan dan pengemis adalah adanya kelompok orang yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota namun belum memiliki tujuan yang jelas dan tidak direncanakan dengan baik.


                                                                                                                                       
B.     Rumusan Masalah
1.  Bagaimanakah pengawasan Dinas Sosial Kota Yogyakarta terkait dengan keberadaan Geladangan dan Pengemis?
2. Bagaimanakah tanggung jawab pemerintah terhadap gelandangan dan Pengemis berdasarkan peraturan perundang-undangan?

C.    Tujuan Penelitian
1.  Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Yogyakarta terhadap Gelandangan dan Pengemis di Yogyakarta. 
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Pemerintah terhadap Gelandangan dan Pengemis berdasarkan peraturan Per


[1] Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Pustaka Pelajar, 2008.

ANALISIS KASUS PERCERAIAN INTERNASIONAL DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 172/Pdt.G/2014/PN.Dps

Oleh: Meika Arista (14410021)
Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia



PENDAHULUAN
KASUS POSISI

Hukum Perdata Internasional adalah aturan yang digunakan untuk memecahkan perkara-perkara internasional yang dihadapi antara perorangan/individu atau badan hukum perdata suatu negara dengan perorangan atau badan hukum perdata di negara lain. Kasus posisi dalam perkara ini yaitu sebagai berikut:
Penggugat adalah PETRUS JACOBS, Warga Negara Afrika Selatan, pemegang Pasport No. M00096351 dan KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Ngurah Rai, yang saat ini beralamat di Badung Bali yang diwakili oleh Kuasanya, MHD. A. RAJA NASUTION,SH. dan LILY SRI RAHAYU LUBIS,SH. Advokat-Advokat pada Kantor Advokat RAJA NASUTION, LILY LUBIS & Associates, beralamat di Jl. Danau Poso Nomor 107, Sanur Denpasar, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 Januari 2014.
Tergugat adalah Warga Negara Afrika Selatan, pemegang Pasport No. M00061509 dan Kitas (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di Denpasar, Bali. Tergugat bekerja di Luar Negeri.
Duduk perkara dalam kasus ini yaitu sebagai berikut:
1.      pada tanggal 12 Desember 1975, sebagaimana diterangkan dalam Akte Perkawinan Lengkap yang dikeluarkan Oleh Departemen Dalam Negeri Republik Afrika Selatan No. Q10424 pada tanggal 12 Desember 2005;
2.      Bahwa dari perkawinan tersebut, PENGGUGAT dan TERGUGAT tidak dikaruniai anak;
3.      Bahwa sebelumnya, selama mengarungi kehidupan berumah tangga dengan TERGUGAT, suka dan duka dijalani dengan suka cita, meskipun terdapat perbedaan pendapat yang mengakibatkan terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara PENGGUGAT dan TERGUGAT, PENGGUGAT menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa terjadi dalam kehidupan berumah tangga, namun pertengkaran tersebut berkelanjutan terus sehingga terjadi ketidak harmonisan dan perbedaan sudut pandang tentang berumah tangga, sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam berumah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
4.      Bahwa sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir antara PENGGUGAT dan TERGUGAT sudah tidak tinggal satu rumah lagi. Penggugat dan Tergugat sibuk dengan kehidupan dan pekerjaan masing-masing. Penggugat dan Tergugat sama-sama bekerja di bidang perhotelan, namun beda hotel, yang mengharuskan Penggugat dan Tergugat sering melakukan perjalanan sendiri-sendiri ke luar negeri;
5.      Bahwa kemudian, Pengugat dan Tergugat pindah dan berkarir di Bali, Indonesia. Penggugat dan Tergugat sudah berdomisili dan menjadi penduduk di Indonesia dan bahkan sudah mendapatkan Kartu Izin Tinggal Terbatas, tapi tetap tidak tinggal dalam satu rumah. Penduduk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, adalah (kutipan): Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia”;
6.      Bahwa setelah 10 (sepuluh) tahun hidup berpisah, PENGGUGAT dan TERGUGAT tidak menginginkan melanjutkan perkawinan tersebut, karenanya PENGGUGAT memutuskan mengajukan Permohonan Perceraian ini dan mengajukannya di Pengadilan Negeri Denpasar, dan tentang hal ini Tergugat telah mengetahui dan menyetujuinya. Gugatan ini Penggugat lakukan di Pengadilan Negeri Denpasar, sebagimana ketentuan Pasal 18 Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan untuk Indonesia (AB), yang mengamanatkan (kutipan): “Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh Pengadilan menurut Perundang-undangan dari negeri atau tempat, dimana tindakan hukum itu dilakukan;
7.      Bahwa Penggugat juga memohon, terhadap terjadinya Putusan Perceraian ini supaya Panitera Pengadilan Negeri Denpasar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tanpa materai kepada Kantor Kedutaan Besar Negara Afrika Selatan di Jakarta untuk didaftarkan / dicatatkan dalam register / daftar yang diperuntukkan untuk itu.


PEMBAHASAN
ANALISIS KASUS
A.    Titik Taut Primer

Titik-titik pertalian primer adalah fkator-faktor atau keadaan-keadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan atau menciptakan hubungan hukum perdata internasional.[1] Dalam perkara ini, titik taut primernya adalah:
1.      Kewarganegaraan
2.      Tempat tinggal sehari-hari/domisili
3.      Tempat dilangsungkannya perkawinan

B.     Kualifikasi dan Titik Taut Sekunder
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana yang harus digunakanatau berlaku dalam suatu hubungan hukum perdata internasional.[2] Dalam perkara ini, masuk dalam Kualifikasi Status Personal Individu, dengan titik taut sekundernya adalah:
1.      Kewarganegaraan
2.      Tempat tinggal sehari-hari/domisili

C.    Lex Causae
Indonesia ------------------------------- Afrika Selatan------------------------Indonesia


                        Gesumpverweisung                 Sachnormverweisung 
            Lex Fori                                              HPI Asing                               Lex Causae


Kewarganegaraan/                              Domisili/                                  Hukum Indo
Nasionalitas Suami                              Tempat tinggal sehari2
v  Indonesia = Kewarganegaraan
v  Afrika = Domisili

Dapat disimpulkan dari bagan di atas, yaitu bahwa lex Causaenya adalah Hukum Indonesia, hal ini disebabkan karena sang suami ini telah bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 10 tahun dan telah mendapatkan “habitual rasidence” dari Indonesia.
Istilah “habitual residence” merupakan sebuah istilah yang dianggap sinonim yang agak diperlembut dari istilah “domicilie” (domisili), dimana pengertian ini menghendaki stabilitas tertentu dalam waktu dan intensi untuk menetap dalam suatu negara tertentu. Artinya, apabila seseorang (tergugat maupun penggugat) telah menetap dalam waktu yang dipandang cukup lama semisal 1 sampai dengan 3 Tahun di suatu negara, maka pada tempat atau negara tersebut itulah dapat dikatakan seseorang telah memiliki “habitual residence”- nya.
Dalam hal ini, diperjelas melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam tingkat Kasasi yang berkaitan dengan perkara gugatan perceraian antar warga negara asing di Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2640 K/ Pdt/2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi DKI melalui putusannya Nomor : 141/PDT/2009/PT. DKI dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili perkara perceraian antar warga negara Amerika Serikat yang berdomisili (bertempat tinggal) di Indonesia.

D.    Pengadilan Negeri yang Berwenang

Berkaitan dengan Kewenangan Pengadilan untuk memerikasa perkara tersebut yaitu dimiliki oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Hal ini disebabkan, berdasarkan Pasal 118 HIR mengenai kewenangan relatif pengadilan. Selain itu, pasangan tersebut telah lebih dari 10 tahun tinggal di Badung Bali. Hal ini sesuai dengan pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan Hakim, yaitu sebagai berikut:
Adapun pentingnya kewenangan mengadili tersebut dipertimbangkan terlebih dahulu, adalah disebabkan karena baik penggugat maupun tergugat dalam perkara gugatan perceraian ini, sama-sama berkewarga-negara Asing, yaitu warga negara Afrika Selatan dan pula bahwa perkawinan antara penggugat dan tergugat dilangsungkan dinegara asal mereka, yaitu Afrika Selatan ; Menimbang bahwa, didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak dijumpai satu Pasalpun yang mengatur tentang perkawinan maupun perceraian yang terjadi antara sesama warga negara Asing. Yang diatur di dalam Undang-Undang tersebut hanyalah berkaitan dengan perkawinan campuran, dimana salah seorang dari suami-istri adalah warga negara Indonesia, sementara yang lainnya adalah warga negara asing, baik perkawinannya dilangsungkan di Indonesia maupun di luar negeri.
Walaupun perkawinan antar warga negara asing ini tidak diatur didalam Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun didalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diakui keberadaannya, sebagaimana dapat kita jumpai pada Penjelasan Umumnya Point 2, yang menyatakan bahwa, “Dewasa ini, berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah sebagai berikut : Bagi orang-orang eropa dan warga negara Indonesia keturunan eropa dan yang disamakan dengan mereka, berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”.
Dalam hal ini, diperjelas melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam tingkat Kasasi yang berkaitan dengan perkara gugatan perceraian antar warga negara asing di Indonesia, sebagaimana dapat diketahui dari Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2640 K/ Pdt/2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi DKI melalui putusannya Nomor : 141/PDT/2009/PT. DKI dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili perkara perceraian antar warga negara Amerika Serikat yang berdomisili (bertempat tinggal) di Indonesia.


E.     Renvoi
Dalam kasus ini telah terjadi renvoi. Bahwasannya, Indonesia sebagai lex fori melakukan penunjukkan kepada Afrika selatan selaku Kewarganegaraan yang dimiliki oleh Suami. Namun, Afrika Selatan yang menganut sistem domisili melakukan penunjukkan kembali kepada kaidah penunjuk HPI Indonesia beserta hukumnya untuk mengadili perkara tersebut karena sang Suami telah tinggal lebih dari 10 tahun di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA


Sudargo Gautama, HukumPerdata Internasional, Jilid ke 2 bagian pertama, Bandung, Eresco,1986.
Ridwan Khairandy, dkk, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Yogyakarta, Gama Media, 1999.
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps


[1] Sudargo Gautama, HukumPerdata Internasional, Jilid ke 2 bagian pertama, Bandung, Eresco,1986, hlm.24
[2] Ibid., hlm. 31