Pendanaan Parpol dari APBN
Oleh: Meika Arista
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pada alenia ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” serta pasal 1 ayat
2 yang berbunyi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar” membuktikan bahwa secara eksplisit eksistensi Partai
Politik sebagai salah satu pilar pelaksanaan kedaulatan rakyat amatlah penting
keberadaannya. Dalam pasal 6A ayat 2 juga menentukan bahwa calon presiden dan
wakil presiden dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Selain itu, Dalam pasal 22E ayat 3 lagi-lagi secara eksplisit membuktikan bahwa
peran partai politik dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD sangatlah penting.
Hal inilah yang membuktikan bahwa partai politik memiliki peranan yang besar
dalam berlangsungnya pemerintahan di negara Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, partai politik memiliki beberapa
fungsi yang harus diwujudkan secara konstitusional sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun
2011 yang salah satunya yaitu rekrutmen politik dalam proses
pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Hal inilah yang kemudian sangatlah kentara sebagai
fungsi fundamental dari sebuah partai politik. Dengan adanya
fungsi Partai Politik tersebut, ketika proses pemilu berlangsung banyak sekali
anggota partai yang ingin mencalonkan diri untuk menduduki kursi berbagai jabatan negara dan pada kenyataannya untuk mencalonkan diri
dibutuhkan dana yang cukup besar, untuk membuat bebebrapa atribut kampanye
maupun penyediaan fasilitasnya.
Akhir-akhir
ini kita sering mendengar adanya polimik di
dalam
masyarakat terkait dengan kebijakan dan agenda prioritas Kemendagri yaitu
pendanaan parpol (partai politik) dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja
Negara). Begitu banyaknya pandangan dan anggapan dari masyarakat bahwa ini
adalah suatu langkah yang hanya akan menghambur-hamburkan uang negara dari
masyarakat, dan
membuat penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai hal ini.
Pendanaan
partai politik dari APBN yang disebut-sebut mencapai 1 Triliun rupiah pertahun
ini pertama kali disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo. Alasan
yang melatarbelakangi adanya statement itu adalah bahwa dana yang akan
diberikan pada parpol akan meminimalisir terjadinya korupsi oleh oknum partai
yang selama ini sangat masif. Sebab, selama ini anggaran untuk melakukan
kampanye dan pembuatan berbagai atributnya berasal dari dana pribadi calon yang
bersangkutan. Namun, adanya alasan yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri
itu menuai banyak kritik dari masyarakat yang beranggapan bahwa pemberian dana
sebesar 1 triliun rupiah pertahun pada setiap partai itu tidak akan efisien dan
tepat sasaran.
Partai
politik pada dasarnya adalah alat atau instrumen politik yang memiliki peran
penting dalam penyelenggaraan negara. Sudah sepatutnya apabila pemerintah ingin memperbaiki dan
memberikan apresiasi setinggi-tinginya untuk seluruh partai politik
yang telah menyumbang begitu banyak peran untuk bangsa Indonesia, dan salah satunya yaitu dengan memberikan suntikan
dana bagi berlangsungnya suatu partai politik. Dengan cara demikian, partai
politik diharapkan memiliki mutu yang lebih baik dari aspek kaderisasi maupun
aspek pencalonan pejabat-pejabat negera. Dari yang semula setiap calon
diharuskan untuk memiliki dana pribadi yang cukup banyak jika ingin mencalonkan
diri untuk suatu jabatan tertentu, setelah adanya suntikan dana dari
pemerintah, maka harapannya adalah semua orang yang memiliki kompetensi
menduduki suatu jabatan tidak perlu lagi memikirkan suntikan dana pribadi yang
relatif cukup tinggi tersebut. Kekhawatirannya adalah selama ini yang
memiliki integritas dan kapabilitas menjadi sangat tipis jika tidak memiliki
uang. Akibatnya yang akan menjadi calon bupati, gubernur, dan presiden hanyalah
mereka yang memiliki uang atau didukung oleh pengusaha. Hal ini juga akan berdampak baik pada setelah terpilihnya
calon menjadi seorang pejabat negara, mengapa? Karena calon yang terpilih tidak
akan memikirkan bagaimana ia dapat mengembalikan modal selama proses pemilihan,
namun ia akan berkonsentrasi pada tugas dan fungsinya.
Wacana pendanaan Rp.1 triliun hendaknya tidak dipahami
sebagai pembiayaan partai politik melainkan sebagai pembiayaan terhadap fungsi
partai politik sehingga partai politik yang tidak menjalankan fungsinya
sebagaimana diatur undang-undang tidak berhak mendapatkan dana dari APBN.
Selain hal-hal diatas, suntikan dana untuk partai
politik yang diberikan pemerintah juga dapat mengurangi adanya tingkat korupsi
yang cukup tinggi di kalangan anggota partai politik yang memiliki jabatan
dalam instansi negara, contohnya kepala daerah dan anggota DPR/DPRD. Faktanya
pada tahun 2013 sebanyak 251 orang kepala daerah atau
sekitar 86,2 persen terjerat kasus korupsi.[1] M
Nazaruddin dari partai
Demokrat yang tersandung kasus dana Hambalang, Angelina
Patricia Pingkan Sondakh pada kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet dan
gedung serbaguna sumatera selatan 2010-2011, Luthfi Hasan bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima
suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth
Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu
diterima Luthfi ketika masih menjabat sebagai anggota
Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Semua orang yang disebutkan itu adalah anggota DPR
yang terjerat beberapa kasus korupsi yang menjadi sorotan beberapa tahun
terakhir.
Maka dari itulah
dana yang diberikan oleh pemerintah kepada setiap partai politik sejumlah 1
triliun rupiah itu diharapkan dapat meminimalisir adanya korupsi di kalangan
anggota partai yang berada di parlemen.
Namun, pemberian dana yang besar bagi partai politik yang diambil dari APBN ini
tentunya perlu diimbangi dengan sistem pengawasan dan pengendalian yang tepat
agar tidak diselewengkan dan digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Menurut Undang-Undang, sumber dana dari sebuah
partai politik berasal dari iuran anggota, penyumbang yang sukarela membantu
partai politik, serta bantuan dari negara. Namun, pada kenyataannya sejak awal
dibebaskannya pembentukan partai politik tahun 1999, belum ada satupun partai
politik yang berhasil menarik iuran anggota. Kebanyakan dana yang didapat
adalah dari berbagai penyumbang, baik perseorangan maupun badan usaha. Hal ini
juga dapat dijadikan alasan mengapa pemerintah perlu memberikan suntikan dana
bagi partai politik, alasannya agar partai politik itu kelak dalam mengambil
keputusan tidak lagi terikat pada kepentingan penyumbang dana, namun riil pada
kepentingan negara. Hal
ini akan membuat politikus tidak mencari dana ilegal dalam berpolitik.
Dana yang diberikan oleh pemerintah
bukan semata-mata untuk kepentingan intern partai politik, namun digunakan untuk melakukan
pendidikan politik warga negara, menanamkan nilai-nilai kejuangan, menanamkan
nilai-nilai kebangsaan, memupuk jiwa kenegarawanan, pelatihan-pelatihan lain yang
berguna bagi masyarakat seperti pelatihan pertanggungjawaban penggunaan
keuangan negara, pemberdayaan dan sebagainya.
Selain itu, tujuan
bantuan keuangan partai politik adalah menjaga kemandirian partai politik.
Sebab, jika kebutuhan dana partai politik lebih banyak dipenuhi para
penyumbang, maka partai politik cenderung memperhatikan kepentingan penyumbang
daripada kepentingan anggota atau rakyat dalam mengambil keputusan atau
kebijakan. Apabila hal itu terjadi, maka posisi dan fungsi partai politik sebagai
wahana memerjuangkan kepentingan anggota atau rakyat, menjadi tidak nyata. Di
sinilah nilai strategis bantuan keuangan partai politik dari negara: mampu
menjaga kemandirian partai politik demi memperjuangkan kepentingan anggota dan
rakyat.[2]
Wacana pemberian dana partai politik yang diambilkan
dari APBN ini tidaklah serta merta diterima oleh seluruh masyarakat, bawasannya
dana yang akan dikeluarkan oleh negara sangatlah tidak sedikit. Hal inilah
kemudian yang memunculkan pro kontra di dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak
menyetujui wacana ini beranggapan bahwa akan sulit sekali pemerintah dapat
mengendalikan dan mengontrol
penggunaan dana 1 triliun rupiah yang akan diberikan pada setiap partai. Hal ini
dikarenakan tidak ada mekanisme yang jelas mengenai untuk apa dana itu
diberikan. Apabila alasan yang diberikan bahwa anggaran dana yang disuntikkan
pada setiap partai akan mengurangi tingkat korupsi di kalangan partai yang ada
di parlemen, maka ini tidak ada bukti dan parameter yang jelas bagaimana hal
ini berdampak demikian.
Walaupun hal ini
baru merupakan wacana, akan tetapi hal ini mudah disinyalir bahwa akan banyak
partai yang tumbuh dan dibangun. Bukan lagi menginginkan kemenangan dalam
proses pemilu, namun lebih pada keuntungan yang akan didapat sebesar 1 triliun rupiah
pertahun. Menang ataupun kalah dalam pemilu merupakan sesuatu yang tidak diutamakan
lagi karena akan tetap merasa “untung”. Justru inilah yang dikhawatirkan, dana
yang diberikan oleh pemerintah akan kembali dikorupsi oleh para anggota partai
dan tidak tepat sasaran.
Pemberian dana partai politik dari APBN ini dinilai
tidak tepat dan hanya memupuk makin banyaknya uang negara yang akan dikorupsi
oleh politikus busuk. Pasalnya, masyarakat menilai masih banyak dana dalam
bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan sektor-sektor lain yang
harus lebih dipikirkan oleh para pemimpin bangsa ini ketimbang memikirkan dana
parpol yang belum jelas kegunaannya.
Kemiskinan yang tinggi, fasilitas umum, dan
fasilitas pendidikan bagi berkembangnya generasi bangsa saat ini masih jauh
dari cukup. Sehingga, masyarakat menilai bahwa alangkah lebih baiknya jika dana
yang diwacanakan untuk mendanai partai politik tersebut dialihkan untuk
kepentingan yang lebih konkrit. Pasalnya, selama ini masyarakat menilai tidak
ada satu partai politikpun yang dapat dipercaya untuk mengelola dana publik. Jika
pemerintah memberikan dana tambahan yang cukup besar, maka besar kemungkinan
dana itu hanya akan berputar ditangan politikus-politikus busuk yang haus akan
kekayaan.
Bukan dugaan lagi, gencarnya usulan mengenai dana
partai ini hanyalah akal dari para penguasa negara yang menginginkan lebih
banyak uang negara yang masuk dalam kantong partai politik yang sedang
berkuasa. Apalagi, mulusnya persetujuan dari berbagai pihak yang terkait dalam
perijinan dana APBN untuk suntikan dana partai politik ini memperlihatkan bahwa
ini merupakan permainan dari para penguasa untuk mengkorupsi uang publik dengan
cara yang santun dan tersamarkan. Namun, masyarakat tidak akan mudah terlena
dan terjebak lagi dalam permainan cukong-cukong penguasa untuk merampas hak-hak
rakyat.
Dengan demikian, penulis mempunyai beberapa landasan
dasar mengapa dana sebesar 1 triliun rupiah ini tidak tepat bagi setiap partai
politik yang ada di Indonesia. Pasalnya, tidak ada aturan dalam
perundang-undangan di Indonesia yang secara nyata menjelaskan bahwa pemerintah
wajib mendanai seluruh partai politik yang menjamur di Indonesia. Dana dari
pemerintah yang diklaim dapat meminimalisir tingginya tingkat korupsi di
kalangan anggota partai politik yang duduk di parlemen pun tidak ada tolok ukur
yang nyata. Parameter yang digunakan untuk alasan itupun tidak dapat
dijelaskan. Bukankah watak dari koruptor itu tidak pernah puas dengan apa yang
didapat? Sehingga, terlalu gegabah apabila dana yang akan disuntikkan bagi
parpol tidak akan dikorupsi kembali oleh politisi-politisi busuk yang menjadi
anggota partai politik.
Selain itu, apabila wacana pemberian dana sebesar 1
triliun rupiah ini diaggap dapat memberikan peluang bagi kader-kader partai
yang mempunyai kredibilitas tinggi namun tidak memiliki dana pribadi yang cukup
untuk mencalonkan diri didalam kancah politik, bukankah ada rakyat yang siap
memberikan dukungan baik materil maupun dukungan yang bersifat suportif untuk
mngusung calon yang dianggap kredibel tersebut? Sebut saja seperti yang
dilakukan oleh relawan joko widodo yang mengumpulkan dana melalui rekening
relawan jokowi demi mengusung calon presiden harapan mereka.
Selama ini, pemerintah juga telah memberikan dana
yang sepantasnya untuk kegiatan partai politik yang disesuaikan dengan suara
yang didapatkan ketika pemilu. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah juga tidak
serta merta melepaskan tangan dari pendanaan partai politik, namun pemberian
dana sebesar 1 triliun rupiah bagi setiap partai politik itu merupakan suatu
langkah yang tidak berdasar.
Dartar Pustaka
1. UUD
NRI tahun 1945
2. UU
nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik
5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar