Sabtu, 12 Maret 2016

Pendanaan Parpol dari APBN

Pendanaan Parpol dari APBN

Oleh:   Meika Arista
            Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alenia ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” serta pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” membuktikan bahwa secara eksplisit eksistensi Partai Politik sebagai salah satu pilar pelaksanaan kedaulatan rakyat amatlah penting keberadaannya. Dalam pasal 6A ayat 2 juga menentukan bahwa calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Selain itu, Dalam pasal 22E ayat 3 lagi-lagi secara eksplisit membuktikan bahwa peran partai politik dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD sangatlah penting. Hal inilah yang membuktikan bahwa partai politik memiliki peranan yang besar dalam berlangsungnya pemerintahan di negara Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, partai politik memiliki beberapa fungsi yang harus diwujudkan secara konstitusional sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 yang salah satunya yaitu rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Hal inilah yang kemudian sangatlah kentara sebagai fungsi fundamental dari sebuah partai politik. Dengan adanya fungsi Partai Politik tersebut, ketika proses pemilu berlangsung banyak sekali anggota partai yang ingin mencalonkan diri untuk menduduki  kursi berbagai jabatan negara dan  pada kenyataannya untuk mencalonkan diri dibutuhkan dana yang cukup besar, untuk membuat bebebrapa atribut kampanye maupun penyediaan fasilitasnya.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar adanya polimik di dalam masyarakat terkait dengan kebijakan dan agenda prioritas Kemendagri yaitu pendanaan parpol (partai politik) dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Begitu banyaknya pandangan dan anggapan dari masyarakat bahwa ini adalah suatu langkah yang hanya akan menghambur-hamburkan uang negara dari masyarakat, dan membuat penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai hal ini.
Pendanaan partai politik dari APBN yang disebut-sebut mencapai 1 Triliun rupiah pertahun ini pertama kali disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo. Alasan yang melatarbelakangi adanya statement itu adalah bahwa dana yang akan diberikan pada parpol akan meminimalisir terjadinya korupsi oleh oknum partai yang selama ini sangat masif. Sebab, selama ini anggaran untuk melakukan kampanye dan pembuatan berbagai atributnya berasal dari dana pribadi calon yang bersangkutan. Namun, adanya alasan yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri itu menuai banyak kritik dari masyarakat yang beranggapan bahwa pemberian dana sebesar 1 triliun rupiah pertahun pada setiap partai itu tidak akan efisien dan tepat sasaran.
Partai politik pada dasarnya adalah alat atau instrumen politik yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan negara. Sudah sepatutnya apabila pemerintah ingin memperbaiki dan memberikan apresiasi setinggi-tinginya untuk seluruh partai politik yang telah menyumbang begitu banyak peran untuk bangsa Indonesia, dan salah satunya yaitu dengan memberikan suntikan dana bagi berlangsungnya suatu partai politik. Dengan cara demikian, partai politik diharapkan memiliki mutu yang lebih baik dari aspek kaderisasi maupun aspek pencalonan pejabat-pejabat negera. Dari yang semula setiap calon diharuskan untuk memiliki dana pribadi yang cukup banyak jika ingin mencalonkan diri untuk suatu jabatan tertentu, setelah adanya suntikan dana dari pemerintah, maka harapannya adalah semua orang yang memiliki kompetensi menduduki suatu jabatan tidak perlu lagi memikirkan suntikan dana pribadi yang relatif cukup tinggi tersebut. Kekhawatirannya adalah selama ini yang memiliki integritas dan kapabilitas menjadi sangat tipis jika tidak memiliki uang. Akibatnya yang akan menjadi calon bupati, gubernur, dan presiden hanyalah mereka yang memiliki uang atau didukung oleh pengusaha. Hal ini juga akan berdampak baik pada setelah terpilihnya calon menjadi seorang pejabat negara, mengapa? Karena calon yang terpilih tidak akan memikirkan bagaimana ia dapat mengembalikan modal selama proses pemilihan, namun ia akan berkonsentrasi pada tugas dan fungsinya. Wacana pendanaan Rp.1 triliun hendaknya tidak dipahami sebagai pembiayaan partai politik melainkan sebagai pembiayaan terhadap fungsi partai politik sehingga partai politik yang tidak menjalankan fungsinya sebagaimana diatur undang-undang tidak berhak mendapatkan dana dari APBN.

Selain hal-hal diatas, suntikan dana untuk partai politik yang diberikan pemerintah juga dapat mengurangi adanya tingkat korupsi yang cukup tinggi di kalangan anggota partai politik yang memiliki jabatan dalam instansi negara, contohnya kepala daerah dan anggota DPR/DPRD. Faktanya pada tahun 2013 sebanyak 251 orang kepala daerah atau sekitar 86,2 persen terjerat kasus korupsi.[1] M Nazaruddin dari partai Demokrat yang tersandung kasus dana Hambalang, Angelina Patricia Pingkan Sondakh pada kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna sumatera selatan 2010-2011, Luthfi Hasan bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Semua orang yang disebutkan itu adalah anggota DPR yang terjerat beberapa kasus korupsi yang menjadi sorotan beberapa tahun terakhir.
Maka dari itulah dana yang diberikan oleh pemerintah kepada setiap partai politik sejumlah 1 triliun rupiah itu diharapkan dapat meminimalisir adanya korupsi di kalangan anggota partai yang berada di parlemen. Namun, pemberian dana yang besar bagi partai politik yang diambil dari APBN ini tentunya perlu diimbangi dengan sistem pengawasan dan pengendalian yang tepat agar tidak diselewengkan dan digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Menurut Undang-Undang, sumber dana dari sebuah partai politik berasal dari iuran anggota, penyumbang yang sukarela membantu partai politik, serta bantuan dari negara. Namun, pada kenyataannya sejak awal dibebaskannya pembentukan partai politik tahun 1999, belum ada satupun partai politik yang berhasil menarik iuran anggota. Kebanyakan dana yang didapat adalah dari berbagai penyumbang, baik perseorangan maupun badan usaha. Hal ini juga dapat dijadikan alasan mengapa pemerintah perlu memberikan suntikan dana bagi partai politik, alasannya agar partai politik itu kelak dalam mengambil keputusan tidak lagi terikat pada kepentingan penyumbang dana, namun riil pada kepentingan negara. Hal ini akan membuat politikus tidak mencari dana ilegal dalam berpolitik.
Dana yang diberikan oleh pemerintah bukan semata-mata untuk kepentingan intern partai politik, namun digunakan untuk melakukan pendidikan politik warga negara, menanamkan nilai-nilai kejuangan, menanamkan nilai-nilai kebangsaan, memupuk jiwa kenegarawanan, pelatihan-pelatihan lain yang berguna bagi masyarakat seperti pelatihan pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara, pemberdayaan dan sebagainya.
Selain itu, tujuan bantuan keuangan partai politik adalah menjaga kemandirian partai politik. Sebab, jika kebutuhan dana partai politik lebih banyak dipenuhi para penyumbang, maka partai politik cenderung memperhatikan kepentingan penyumbang daripada kepentingan anggota atau rakyat dalam mengambil keputusan atau kebijakan. Apabila hal itu terjadi, maka posisi dan fungsi partai politik sebagai wahana memerjuangkan kepentingan anggota atau rakyat, menjadi tidak nyata. Di sinilah nilai strategis bantuan keuangan partai politik dari negara: mampu menjaga kemandirian partai politik demi memperjuangkan kepentingan anggota dan rakyat.[2]
Wacana pemberian dana partai politik yang diambilkan dari APBN ini tidaklah serta merta diterima oleh seluruh masyarakat, bawasannya dana yang akan dikeluarkan oleh negara sangatlah tidak sedikit. Hal inilah kemudian yang memunculkan pro kontra di dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak menyetujui wacana ini beranggapan bahwa akan sulit sekali pemerintah dapat mengendalikan dan mengontrol penggunaan dana 1 triliun rupiah yang akan diberikan pada setiap partai. Hal ini dikarenakan tidak ada mekanisme yang jelas mengenai untuk apa dana itu diberikan. Apabila alasan yang diberikan bahwa anggaran dana yang disuntikkan pada setiap partai akan mengurangi tingkat korupsi di kalangan partai yang ada di parlemen, maka ini tidak ada bukti dan parameter yang jelas bagaimana hal ini berdampak demikian.
Walaupun hal ini baru merupakan wacana, akan tetapi hal ini mudah disinyalir bahwa akan banyak partai yang tumbuh dan dibangun. Bukan lagi menginginkan kemenangan dalam proses pemilu, namun lebih pada keuntungan yang akan didapat sebesar 1 triliun rupiah pertahun. Menang ataupun kalah dalam pemilu merupakan sesuatu yang tidak diutamakan lagi karena akan tetap merasa “untung”. Justru inilah yang dikhawatirkan, dana yang diberikan oleh pemerintah akan kembali dikorupsi oleh para anggota partai dan tidak tepat sasaran.
Pemberian dana partai politik dari APBN ini dinilai tidak tepat dan hanya memupuk makin banyaknya uang negara yang akan dikorupsi oleh politikus busuk. Pasalnya, masyarakat menilai masih banyak dana dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan sektor-sektor lain yang harus lebih dipikirkan oleh para pemimpin bangsa ini ketimbang memikirkan dana parpol yang belum jelas kegunaannya.
Kemiskinan yang tinggi, fasilitas umum, dan fasilitas pendidikan bagi berkembangnya generasi bangsa saat ini masih jauh dari cukup. Sehingga, masyarakat menilai bahwa alangkah lebih baiknya jika dana yang diwacanakan untuk mendanai partai politik tersebut dialihkan untuk kepentingan yang lebih konkrit. Pasalnya, selama ini masyarakat menilai tidak ada satu partai politikpun yang dapat dipercaya untuk mengelola dana publik. Jika pemerintah memberikan dana tambahan yang cukup besar, maka besar kemungkinan dana itu hanya akan berputar ditangan politikus-politikus busuk yang haus akan kekayaan.
Bukan dugaan lagi, gencarnya usulan mengenai dana partai ini hanyalah akal dari para penguasa negara yang menginginkan lebih banyak uang negara yang masuk dalam kantong partai politik yang sedang berkuasa. Apalagi, mulusnya persetujuan dari berbagai pihak yang terkait dalam perijinan dana APBN untuk suntikan dana partai politik ini memperlihatkan bahwa ini merupakan permainan dari para penguasa untuk mengkorupsi uang publik dengan cara yang santun dan tersamarkan. Namun, masyarakat tidak akan mudah terlena dan terjebak lagi dalam permainan cukong-cukong penguasa untuk merampas hak-hak rakyat.
Dengan demikian, penulis mempunyai beberapa landasan dasar mengapa dana sebesar 1 triliun rupiah ini tidak tepat bagi setiap partai politik yang ada di Indonesia. Pasalnya, tidak ada aturan dalam perundang-undangan di Indonesia yang secara nyata menjelaskan bahwa pemerintah wajib mendanai seluruh partai politik yang menjamur di Indonesia. Dana dari pemerintah yang diklaim dapat meminimalisir tingginya tingkat korupsi di kalangan anggota partai politik yang duduk di parlemen pun tidak ada tolok ukur yang nyata. Parameter yang digunakan untuk alasan itupun tidak dapat dijelaskan. Bukankah watak dari koruptor itu tidak pernah puas dengan apa yang didapat? Sehingga, terlalu gegabah apabila dana yang akan disuntikkan bagi parpol tidak akan dikorupsi kembali oleh politisi-politisi busuk yang menjadi anggota partai politik.
Selain itu, apabila wacana pemberian dana sebesar 1 triliun rupiah ini diaggap dapat memberikan peluang bagi kader-kader partai yang mempunyai kredibilitas tinggi namun tidak memiliki dana pribadi yang cukup untuk mencalonkan diri didalam kancah politik, bukankah ada rakyat yang siap memberikan dukungan baik materil maupun dukungan yang bersifat suportif untuk mngusung calon yang dianggap kredibel tersebut? Sebut saja seperti yang dilakukan oleh relawan joko widodo yang mengumpulkan dana melalui rekening relawan jokowi demi mengusung calon presiden harapan mereka.
Selama ini, pemerintah juga telah memberikan dana yang sepantasnya untuk kegiatan partai politik yang disesuaikan dengan suara yang didapatkan ketika pemilu. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah juga tidak serta merta melepaskan tangan dari pendanaan partai politik, namun pemberian dana sebesar 1 triliun rupiah bagi setiap partai politik itu merupakan suatu langkah yang tidak berdasar.












Dartar Pustaka
1.      UUD NRI tahun 1945
2.      UU nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik
3.      www.tempo.com
4.      www.detiknews.com
5.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar