Sabtu, 12 Maret 2016

Peradilan Khusus Pemilu

Peradilan Khusus Pemilu

Oleh:   Meika Arista
            Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Menurut UUD Negara Republik Indonesia pasal 1 ayat 2 mengenai kedaulatan yang berada ditangan rakyat dan pasal 1 ayat  3 “Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini membawa konsekuensi pada proses penyelenggaraan negara bahwa semua proses bernegara haruslah berlandaskan pada hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, Partai politik adalah salah satu pilar bangsa yang mewujudkan kedaulatan rakyat. Partai politik sebagai peserta pemilihan umum yang berwenang mencalonkan orang yang mewakili partai serta mewakili rakyat pada umumnya.
Pemilihan Umum adalah proses demokrasi di Indonesia yang berlangsung lima tahun sekali untuk memilih seseorang yang dicalonkan oleh partai politik guna menduduki suatu jabatan politik tertentu. Sejarahnya, pada tahun 1955 adalah pemilu yang pertama kali diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Pemilu tahun 1955 adalah pemilu pertama untuk memilih 257 anggota DPRdan 514 anggota konstituantedengan jumlah 29 partai politik. Kemudian pada tahun 2004 merupakan pemilu pertama kali yang diselenggarakan di Indonesia dimana semua warga negara memiliki hak pilih untuk memilih presiden dan wakil presiden. Pemilu haruslah berlandaskan pada asas-asas yang berlaku yaitu asas Langsung, Umum, Bebas, Jujur, dan Adil agar tercipta pemilu yang bersendikan demokrasi. Dalam kebiasaan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, setiap setelah pemilu berlangsung selalu ada permasalahan-permasalahan yang timbul. Mulai dari permasalahan penggelembungan suara, pembukaan suara yang bukan oleh pihak yang berwenang, hingga suap-menyuap yang sering terjadi dalam proses pemilu.

Permasalahan lain yang muncul kemudian adalah berdasarkan pasal 24C ayat 1 ditentukan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final yang salah satunya untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Adapun yang dimaksud dengan sengketa pemilu adalah perselisihan antara peserta pemilu dengan Komisi Pemilihan Pemilu (KPU) sebagai badan penyelenggara pemilu mengenai penetapan hasil pemilu yang dilakukan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi terpenuhinya ambang batas suara 2,5% yang diakibatkan dari dugaan adanya kesalahan hasil perhitungan suara yang diumumkan oleh KPU dengan hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh pemohon.
Dalam tugas dan kewenangannya, Mahkamah Konstitusi bukan hanya berfungsi untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa pemilu. Kewenangan MK adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan atau diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membubarkan partai politik dan memutuskan perselisihan, serta memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu). Sehingga, inilah yang dianggap oleh beberapa pihak bahwa diperlukan Peradilan Khusus pemilu agar lebih maksimal dalam menyelesaikan dan memutuskan perkara pemilu.
Sebelumnya, sengketa pemilu diselesaikan oleh MK dengan batas waktu pengajuan hanya tiga hari saja. Tentu hal inilah yang dikeluhkan oleh banyak pihak karena semua kasus akan cepat dianggap daluarsa dan menghilangkan esensi dari sebuah keadilan. Sebenarnya, batas waktu ini bertujuan untuk tidak terjadinya vaacum of power dimana sengketa pemilu berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang didalam pemerintahan. Maka, dengan dibentuknya pengadilan pemilu, tidak hanya mempertimbangkan waktu persidangan namun lebih kepada keadilan subtantif. Tentunya dengan adanya pengadilan khusus pemilu ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi pencari kebenaran. Disamping itu, keberadaan Pengadilan Khusus Pemilu ini juga akan menghapuskan kewenangan MK dalam memutus sengketa pemilu, dengan kata lain ini dapat meringankan beban MK dan akan lebih efisien dan efektif menjalankan tugasnya yang lain.

Wacana pembentukan peradilan khusus pemilu oleh Komisi Yudisial inipun banyak mendapatkan respon dari masyarakat baik pro maupun kontra. Indonesia juga telah memiliki beberapa peradilan khusus yang berkembang dalam lingkungan peradilan umum, seperti Pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor), Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), Pengadilan Anak, Pengadilan Perikanan, dan Pengadilan niaga. Adapun Urgensi dari wacana pembentukan peradilan khusus pemilu ini dimaksudkan agar penanganan permasalahan-permasalahan yang timbul setelah proses pemilu mendapatkan penanganan yang lebih maksimal.
Pembentukan Peradilan Khusus Tindak Pidana Pemilu ini dapat memberikan penerangan terhadap dunia peradilan di Indonesia yang selama ini masih sangat abu-abu. Dengan adanya peradilan khusus ini,  kasus-kasus pemilu  tidak menambah beban perkara di  pengadilan umum meski peradilan khusus itu harus tetap menjadi bagian dari peradilan umum. Hal ini juga akan memberikan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu yang lebih optimal.
Hakim yang ada di dalam peradilan khusus-pun tidak harus dari hakim karier. Namun, hakim ad hog yang berasal dari para ahli-ahli hukum pidana yang khusus menguasai seluk beluk pemilu. Ini merupakan kemajuan dalam lingkungan peradilan umum. Sebab, selama ini penyelesaian sengketa pemilu yang seluruhnya ditumpahkan ke MK, tidak dapat ditangani dengan lebih khusus. Selain itu, aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian, kejaksaan dan para hakim yang belum mengetahui secara komperhensif mengenai peraturan-peraturan kepemiluan serta ketatanegaraan sehingga dalam beberapa kasus pelanggaran pemilu tidak dapat diselesaikan secara  baik.
Dengan adanya peradilan khusus pemilu ini juga harus ditunjang dengan pembentukan perundang-undangan yang menaungi permasalahan khusus tindak pidana pemilu. Hal ini dimaksudkan agar penanganan tindak pidana pemilu mendapatkan kepastian hukum. Pasalnya, selama ini tindak pidana pemilu yang tidak ada aturannya dirujukkan pada Kitab Undang-Undang Hukuk Pidana (KUHP). Padahal, dua hal tersebut merupakan hal yang sangat berbeda.
Alasan yang lain mengapa diperlukan pengadilan khusus pemilu yaitu kasus-kasus tindak pidana pemilu yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh Pengadilan Negeri, mengakibatkan para pencari keadilan beramai-ramai melakukan permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, dengan menambahkan dalil-dalil yang diajukan para pemohon dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Hal ini di latar belakangi oleh ketidakpercayaan para pencari keadilan pada  Aparat Penegak Hukum  serta sistem peradilan umum yang kurang profesional diwilayah hukumnya.
Maka dengan alasan-alasan yang telah disebutkan diatas, harus ada langkah serius dari pemerintah yang menangani kekacauan dalam peradilan khusus pemilu ini. Penaganannya yaitu dengan cara mewujudkan wacana Komisi Yudisial untuk membentuk suatu Peradilan Khusus untuk Tindak Pidana Pemilu.
Namun, wacana memciptakan peradilan khusus untuk pemilu ini juga mendapatkan respon negatif dari masyarakat. Menurut masyarakat, pembentukan pengadilan khusus pemilu ini merupakan wacana yang tidak solutif terhadap berbagai permasalahan pemilu. Hal ini ditunjang dengan adanya pendapat bahwa sengketa pemilu ada karena kinerja KPU yang dinilai kurang dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat dan kinerja Bawaslu yang tidak mengawasi jalannya pemilu dengan baik dikarenakan Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan yang bersifat eksekutorial.
Pengadilan khusus pemilu inipun dianggap akan sia-sia apabila moral dari KPU, Bawaslu, serta calon-calon yang akan bertarung dalam pemilu tidak memahami esensi dari prinsip-prinsip demokrasi. Pada dasarnya sengketa pemilu berasal dari oknum-oknum yang terlibat dalam proses pemilu yang mudah untuk tergoda dengan tawaran-tawaran menggiurkan dari calon yang tidak paham demokrasi. Seharusnya, permasalahan inilah yang harus diselesaikan dan diatasi terlebih dahulu. Hal ini merupakan dasar dari terselenggaranya proses pemilu yang jujur dan adil.

Selain itu, wacana pembentukan pengadilan khusus pemilu ini akan mengakibatkan bengkaknya anggaran negara. Berdasar pada keadaan negara ini yang masih harus menanggung beban berat untuk mengatasi kemiskinan yang masih tinggi, masalah kesehatan yang semakin tinggi, serta pendidikan di Indonesia yang sangat rendah, maka seharusnya pemerintah lebih memperhatikan hal-hal ini daripada wacana pembentukan pengadilan pemilu yang tidak solutif terhadap permasalahan dalam pemilu.

Dengan demikian, penulis ingin mengajak pada pemerintah bahwa solusi yang terbaik untuk permasalahan pemilu ini adalah reformasi birokrasi dan revitalisasi nilai-nilai dasar serta prinsip-prinsip demokrasi di KPU sebagai penyelenggara pemilu, Bawaslu sebagai badan yang berwenang mengawasi jalannya proses pemilu, dan seluruh masyarakat di Indonesia yang pada dasarnya menjadi ujung tombak berhasilnya suatu pemilu yang terselenggara. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk melakukan reformasi demokrasi yaitu dengan cara mengganti oknum-oknum baik dari KPU maupun Bawaslu yang terbukti melanggar independensi kedua lembaga tersebut. Perlu juga pelatihan khusus tindak pidana pemilu bagi hakim-hakim yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa pemilu. Dan juga, amandemen Undang-Undang dan perubahan dalam mekanisme acara persidangan di MK yang menyelesaikan sengketa pemilu yang berkaitan dengan selisih hasil suara KPU dengan pemohon, maupun Peradilan Umum yang mengadili Tindak Pidana Pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar